Sabtu, 11 Februari 2017

Kenapa Dukung Ahok...?


Pilkada DKI Jakarta tinggal menghitung hari, tepatnya tanggal 15 Februari 2017 akan menjadi hari bersejarah bagi perjalanan pesta demokrasi di negara ini, khususnya Jakarta yang merupakan sentral perpolitikan Indonesia. Sekilas info bahwa yang maju dalam Pilgub ini diantaranya ada Agus Harimurti Yudhoyono dan Syilviana Murni yang diusung oleh Partai Demokrat, PAN, PPP dan PKB, selanjutnya duet petahana Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat yang diusung PDIP, Golkar, Hanura dan NasDem dan yang terakhir pasangan yang diusung oleh Partai Gerindra dan PKS yakni Anies Baswedan bersama Sandiaga Salahudin Uno.

Ketiga pasangan calon (Paslon) ini memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda, hanya saja saya lebih tertarik dengan gaya Pak Ahok sang petahana yang dahulu berpasangan dengan Pak dhe Jokowi ini. Kenapa harus Ahok, kenapa bukan yang lain..? alasannya karena Ahok lebih berpengalaman, lebih dari itu Ahok adalah bukti bahwa Jakarta tidak butuh Pemimpin yang lugu, modal senyum dan gampang ditunggangi. Tipikal Ahok yang keras (tidak asal nego) sangat cocok dengan situasi Jakarta yang keras pula, karena terkadang gajah tidak boleh dilawan dengan semut, gajah harus dilawan dengan gajah.

Saya tidak perlu menceritkan panjang lebar soal perubahan besar yang terjadi di Ibu Kota NKRI itu, sebab hanya kaum munafik yang berkelit bahwa birokrasi di Jakarta masih seperti dulu, sungai masih banyak yang mepet akibat sampah yang berserakan dimana-mana, jalan-jalan perkotaan masih macet parah, pungli dan korupsi masih marak, kawasan kumuh masih bertebaran dimana-mana. Kita pun belum bisa menyimpulkan bahwa Jakarta sudah bersih total dari hal-hal semacam itu, sebab waktu yang diberikan (5 tahun) tidak cukup untuk menuntaskan seluruh program yang sudah terencana, karenanya butuh waktu tambahan agar program tersebut bisa dilanjutkan. Nah, kalau ganti pemimpin secara otomatis programnya pun berubah, dimulai dari awal lagi, kayak suami isteri yang setelah cerai kemudian bangun hubungan lagi dengan orang lain yang tidak memiliki visi serupa dengan pasangan terdahulu, susah kan..?!

Kenapa saya tidak tertarik dengan paslon lainnya..? mari kita analisa sejenak, Alasannya karena Agus (AHY) yang merupakan anak sulung dari Presiden dua periode ini belum memiliki cukup pengalaman untuk menerjang kerasnya arus perpolitikan Jakarta, program yang ditawarkannya pun masih banyak yang ngambang sebagaimana imajinasi AHY dalam menuntaskan persoalan kawasan bantaran sungai tanpa menggusur. Disamping itu, pihak-pihak dibelakang AHY pun punya ambisi berkuasa yang sangat tinggi, sebut saja FPI yang selama ini menjadi biang kekacauan negara ini yang tak bisa dipungkiri memiliki kontrak politik dengan kubu sang Presiden dua periode itu. Karenanya dengan majunya AHY merupakan tumbal politik mereka untuk kembali unjuk gigi di Negara ini, dan kelihatan jelas bahwa AHY pun dipaksakan untuk maju, mungkin banyak pihak yang bertanya-tanya, kenapa harus AHY dan bukan Ibas Yudhoyono yang dari dulu memiliki background politik yang kuat. Jawaban sederhananya karena sang ayah tidak mau kalau diperjalanan nanti, sang anak (Ibas) terjerat kasus-kasus terdahulu, olehnya sang ayah lebih memilih AHY dengan perkiraan bahwa anak sulungnya init bersih dari kasus apapun.

Selanjutnya ada bang Anies Baswedan yang merupakan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Kerja Jokowi, tak bisa dipungkiri bahwa beliau adalah tokoh yang saya kagumi, beliau cerdas sehingga cukup beralasan kalau Pak dhe Jokowi memilihnya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada waktu itu, Namun entah mengapa tiba-tiba saja dicopot, kemungkinan besar kinerja bang Anies belum memusakan Pak dhe. Hanya saja penilaian saya bukan dari sisi itu, bang Anies yang memiliki kecakapan retoris belumlah cukup jika harus melawan kerasnya Ibu Kota, cakap dalam konsep belum menjamin cakap pula dari sisi praktek. Hal yang paling mengejutkan saat bang Anies masuk dilingkaran para politikus busuk, yang satu punya libido berkuasa dan satunya lagi punya visi men-Suriah-kan Indonesia (Konsep Khilafah yang bersembunyi dibalik Parpol). Saya tidak perlu menyebutkan siapa-siapa mereka itu, hanya saja yang ditakutkan adalah bang Anies hanya dijadikan pion atas libido-libido mereka.

Karenanya sangat beralasan jika saya harus menjagokan Koh Ahok, disamping cerdas dan berpengalaman, Ahok pun tidak gampang ditunggangi kepentingan oknum dan kelompok manapun. Hanya saja masih banyak kaum munafik yang dibutakan mata hati sekaligus akalnya, mereka menolak Ahok dengan alasan status kegamaan dan ras tertentu, sebagaimana yang dikatakan oleh bang Ridwan Kamil (Walikota Bandung) bahwa "Yang menolak Ahok karena dia Tionghoa adalah orang bodoh.", yang artinya yakni mereka yang terjebak degan persoalan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) adalah mereka-mereka yang tidak tuntas konsep Pancasila, sekaligus bisa dipastikan sebagai pembenci Pancasila dan anti keberagaman di Negara ini. Perlu diperjelas kembali bahwa Pilkada itu ajang memilih Pemimpin administratif suatu daerah, bukan Pemimpin spiritual sebagaimana yang selalu digembar-gemborkan para kaum gagal paham yang menganggap negara ini berdiri atas dasar agama dan etnis tertentu. Pemahaman sempit seperti inilah yang banyak merusak perdamaian serta keutuhan negara tertentu, sejenak berkaca dengan peperangan di sebagian Negara Timur Tengah yang bermula dari satu kaum yang menganggap pihaknya suci yang kemudian menyimpulkan bahwa kaum lainnya sesat dan tidak layak diberi hak sosial, ekonomi, politik bahkan hak untuk hidup sekalipun.

Kembali ke Laptop, saya bukan orang Jakarta karenanya KTP saya tidak bisa buat Ahok apalagi mendapatkan hak politik dalam memilih nanti, hanya saja sosok Ahok bukan hanya milik rakyat Jakarta, lebih dari itu Ahok adalah potret Pemimpin yang banyak didambakan rakyat di Negara ini. Tentunya adalah mereka (rakyat) yang belum diracuni persoalan SARA. Harapannya yakni sosok Ahok bisa ditiru oleh Pemipmin daerah lainnya, sebagaimana banyak Pemimpin yang mulai meniru gaya Pak dhe Jokowi, mulai dari blusukan hingga kesederhanaan yang ia tampilkan. Coba sejenak kita berkhayal jika kedua sosok (Jokowi-Ahok) memenuhi struktur kepemimpinan daerah diseluruh tanah air ini , bakalan habis yang namanya korupsi, pungli hingga premanisme berbaju agama dan tidak cukup satu buku untuk menuliskan prestasi-prestasi mereka. Hehehe, sayangnya baru sekedar mimpi...
Namun, bukan tidak mungkin hal tersebut tidak tercapai jika masyarakatnya terus konsisten mendukung orang-orang baik dan layak dijadikan panutan di negara ini, sebagaimana perkataan Imam Ali bin Abi Thalib bahwa "Kezhaliman akan terus ada bukan karena banyaknya orang-orang jahat tetapi karena diamnya orang-orang baik."


#SalamIndonesia
#SalamPeradaban




Kamis, 09 Februari 2017

9 Cara Telisik Kerancuan Penggunaan APBD

Salah satu dimensi yang paling menonjol dalam proses penganggaran adalah dimensi politik. Dimensi politik yang terjadi harusnya ditujukan untuk peningkatan pelayanan masyarakat secara keseluruhan dan menyasar kelompok marjinal. Proses perencanaan yang mengedepankan pendekatan teknis yang terukur, rasional dan terarah serta tidak boleh manipulatif. Anggaran daerah harus disusun atas prinsip efisiensi dan efektivitas.
Namun sering sekali prinsip-prinsip itu tidak tergambar dalam APBD yang disahkan. APBD kerap disalahgunakan menjadi lahan korupsi, dimanfaatkan kalangan tertentu saja hingga jadi modal pemenangan calon kepala daerah. Maka dari itu, sejak penyusunan APBD hingga pelaksanaannya diperlukan pengawasan dari sejumlah pihak.
Sedikitnya ada sembilan hal yang bisa kita gunakan untuk melihat adanya kekeliruan penyusunan anggaran APBD, yaitu :
1. Double Posting
Double Posting mengindikasikan anggaran yang sudah dianggarkan satu bagian, dianggarkan lagi dibagian lain untuk fungsi yang sama. Penganggaran bisa dilakukan dengan nomenklatur sama atau berbeda. Untuk mengetahui kekeliruan ini bisa dilakukan lewat pencermatan alokasi anggaran di tahun yang sama antarbagian kerja pemerintahan
Contoh kasus yang mengindikasikan adanya Double Posting, anggota dewan mendapat tunjangan kesehatan, premi askes, dan biaya check-up. Padahal tiga jenis layanan ini tujuannya sama, hanya nomenklaturnya yang berbeda. Contoh lain, setiap anggota dewan diberikan satu rumah dinas dan pada saat yang sama dianggarkan kontrak rumah anggota.
Namun Double Posting tidak selamanya mengindikasikan adanya korupsi, lebih sering menjadi temuan inefisiensi. Selain itu, kita juga harus hati-hati untuk anggaran yang biasanya memang dialokasikan di seluruh bagian, seperti pembelian komputer yang dianggarkan di setiap bagian karena menjadi kebutuhan tiap-tiap bagian.
2. Analisis Tren Anggaran
Menganalisis tren anggaran ditujukan untuk melihat kejanggalan anggaran yang ditandai dengan lonjakan atau penurunan alokasi anggaran yang signifikan. Tren anggaran bisa dilihat dengan membandingkan data anggaran yang sama di tahun yang berbeda, minimal perbandingan tiga tahun.
Contohnya, tahun 2007, 2008 dan 2009 ditemukan peningkatan anggaran bantuan sosial (Bansos) secara signifikan. Peningkatan ini dicurigai karena 2009 merupakan tahun pemilu sehingga Bansos dimanfaatkan petahana untuk memenangi pilkada.
3. Analisis Antarwaktu
Analisis antarwaktu dilakukan dengan membandingkan anggaran setiap tahunnya untuk melihat efisiensi alokasi anggaran. Contoh, pemerintah menganggarkan pengecatan gedung setiap tahun, padahal pengecatan bisa dilakukan lima tahun sekali.
4. Perbandingan Antarsektor
Analisis ini dilakukan dengan membandingkan sektor berbeda di tahun anggaran yang sama dengan melihat skala prioritas. Misalnya membandingkan anggaran pembersihan sungai yang banjir di setiap penghujan dan belanja mobil anggota dewan.
5. Asas Kepatutan dalam Penganggaran
Analisis ini untuk melihat kepatutan alokasi anggaran dengan membandingkannya terhadap kondisi masyarakat. Bagaimana kebijakan anggaran merespons kondisi masyarakat dengan adil. Misalnya anggaran penanggulangan kebakaran hutan ditemukan lebih kecil daripada anggaran yang dikeluarkan pemda untuk kongres organisasi kepemudaan. Contoh lainnya, pemda tetap menganggarkan alokasi perjalanan dinas yang besar meski ditemukan tingginya potensi kerugian negara dengan perjalanan dinas yang dilakukan pejabat.
6. Regulasi dan Nomenklatur
Analisis ini ditujukan untuk melihat apakah anggaran yang dikeluarkan memiliki payung hukum sebab prinsip penganggaran di Indonesia harus berdasarkan payung hukum undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah dan lain-lain. Namun Indonesia memiliki regulasi yang tumpang tindih antara kementerian terkait sehingga berdampak terhadap hal detail di lapangan.
Misalnya dana desa harus dicairkan paling lama tujuh hari sejak ditransfer ke rekening daerah. Namun pemerintah daerah menolak mencairkan karena RAPBD belum disahkan. Dikhawatirkan seluruh pencairan berpotensi melanggar hukum. Akhirnya pencairan dana desa terlambat.
Contoh lainnya, APBD tidak bisa dijalankan karena pascapenetapan APBD terjadi perubahan struktur pemerintahan. Padahal nomenklatur di APBD masih menggunakan struktur pemerintahan yang lama.
7. Anggaran dan Realisasi
Analisis ini dilakukan untuk melihat anggaran yang disetujui namun tidak terealisasi atau tidak terserap. Minimnya realisasi menggambarkan perencanaan yang buruk dan berpotensi menghambat pelayanan dalam masyarakat.
8. Anggaran dan Potensi Kegagalan Pelayanan
Tujuan analisis ini untuk melihat pelayanan yang diharapkan tidak sebanding dengan keputusan penganggaran yang dilakukan pemerintah. Misalnya pemerintah memutuskan hanya menganggarkan pembelian obat di puskemas untuk jenis obat-obatan umum. Sehingga masyarakat yang datang dengan penyakit tertentu tidak bisa ditangani karena minimnya anggaran pembelian obat.
9. Mark-Up dan Mark-Down
Mark up dalam belanja dilakukan dengan mengeluarkan anggaran lebih besar dari yang seharusnya. Salah satu ciri-cirinya, terjadi perbedaan harga yang tinggi dengan harga pasaran. Namun belakangan Mark-Up atau Mark-Down sangat jarang diketahui karena penawaran online sekarang dipastikan prosedurnya rapi. Tren sekarang dilakukan lewat penyuapan ketika penentuan harga tender.
Mari jaga penggunaan anggaran di daerah kita, agar sesuai dengan prosedur dan perundang-undangan yang berlaku.